Senin, 28 November 2011

KEBUDAYAAN PETANI JAWA


1.      Kajian Mengenai Masyarakat Petani Jawa
82,54 % dari penduduk Jawa pada tahun 1970 masih tergolong dalam sektor ekonomi primer, bagi para petani dalam komuniti-komuniti pedesaan, hal-hal yang bersangkutan dengan pertanian untuk penggunaan sendiri, merupakan unsur utama dalam kebudayaan Jawa.
2.      Sosialisasi dan Enkulturasi dalam Keluarga Inti Petani
Orang Jawa suka mempunyai anak banyak diantaranya dengan alasan seperti alasan emosional, alasan ekonomi dan alasan gengsi. Pada masyarakat Jawa yang senang mempunyai anak, banyak ritual-ritual yang dijalani pada masa kehamilan. Pada waktu kandungan berumur tujuh bulan orang Jawa didaerah pedesaan maupun perkotaan hampir selalu mengadakan slametan mitoni. Dan pada masyarakat Jawa pada saat melahirkan lebih suka menggunakan bantuan dukun, Orang yang mengetahui segala macam upacara, sajian serta mantra, dan harus mempunyai pengetahuan mengenai jamu-jamu untuk merawat bayi yang baru lahir serta ibunya. Pada umunya adat istiadat mengenai jenis nama yang diberikan kepada seorang anak, tergantung pada tingkat sosial orang tuanya. Seorang petani tidak akan memberikan nama yang berakhiran dengan kusuma, tanaya, ningrat. Karena nama-nama seperti itu hanya untuk orang-orang dari golongan priyayi atau bangsawan. Selain malu pada orang desanya juga adanya keyakinan bahwa nama seperti itu akan membawa sial bagi yang memakai karena terlalu berat baginya (kawratan nami).
 Orang tua Jawa mendidik anaknya dengan cara akan memberikan apa yang anak mau ketika si anak mau melakukan apa yang orang tua inginkan, dan akan menghukumnya ketika si anak mau menurut, dan hukumannya biasanya dengan menyisihkan anak dari saudara-saudaranya serta teman-temannya atau dengan tidak mengajaknya bicara atau tidak mengajak bermain.
Anak-anak Jawa dalam melalui pendidikan disekolah, mereka biasanya masuk taman kanak-kanak pada waktu umur lima tahun. Antara umur enam dan dua belas tahun ia bersekolah di sekolah dasar. Dasar pendidikan agama bagi anak pria maupun wanita di Jawa, yang memegang teguh kepada ajaran agama islam adalah ngaji. Mereka belajar menulis dan membaca huruf arab. Masa remaja bagi anak pria Jawa ditandai dengan upacara khitanan yang diakukan pada waktu ia berumur antara 10 sampai 14 tahun. Masa remaja pada seorang gadis dimulai pada saat ia mendapat haid pertama, yang dilalui tanpa upacara apapun. Pada saat itulah ia dianggap seorang perawan.

                                           
3.      Pernikahan,Rumah Tangga dan Keluarga inti.
Perkawinana yang dilarang dalam masyarakat jawa. Perkawinan antara kerabat dimana calon suami berasal dari generasi yang lebih muda dari calon istri contoh seorang pria dengan bibinya, Perkawinan antara pancer wali yaitu saudara sepupu sejajar dari pihak ayah contohnya perkawinan dengan adik istri yang meninggal,perkawinan dengan orang yang tidak cocok wetonnya.
Pertunangan adalah suatu masa dimana diterimanya lamaran oleh pihak gadis dengan upacara pernikahan yang sesungguhnya..Dalam penentuan hari menikah dapat dihitung dari jumlah weton dari kedua calon pengantin dicocokan melalaui 3 macam tanggal:tanggalan jawa pra islam,tanggalan islam,tanggalan nasrani.
Sehari sebelum menikah calon pengantin harus melakukan siraman,serta dilanjutkan berbagai macam adat yang ada diwilayah itu,yang kadang berbeda versi tiap daerah tetapi ujuannya sama.
Rumah Tangga dan Keluarga Inti.
Keluarga yang ideal adalah keluaraga yang memiliki rumah tangga sendiri yang neolokal yang terbukti juga dengan istilah omah-omah.
Rumah asli griya keluarga petani berbentuk persegi panjang 8X10 meter,dengan tiang kayu utk kerangka dan dinding terbuat dari bamboo atau disebut gedhek,lantainya masih dari tanh yang sudah mengeras.
Orang desa memiliki rumah biasanya dengan atap tronjongan, sedangkan atap bentuk limas dan hanya boleh ditempati oleh keturunan keluarga pertama atau elite desa. Pada keluarga jawa apabila mereka sudah punya anak maka akan berlaku adat taktonomi yaitu suaminya menyapa istri nya dengan kata ibu dan sebaliknya dengan istri menyapa bapak. Begitu pun juga dalam hal menyapa anaknya dengan kata lare. Hubungan utuk menyapa mertua dengan kata bapak atau ibu,dan ditambah dengan kata marasepuh.
Perceraian
Perceraian bisa trejadi karena seorang istri tidak bisa  memberikan anak atau terjadi poligami, perceraian yang diikuti orang jawa ada 2 yaitu: Thalak yang dijatuhkan seorang istri pada suami dan khuluk yang dijatuhkan seorang suami pada istrinya.
Hubungan Rumah Tangga dan Tetangga
Dalam rumah tangga Jawa harus menjalin hubungan yang baik seperti gotong royong dengan tetangga, mengundang atau mengirim makanan ketika sedang punya hajat. Bahkan bila tetangganya daa yang meninggal juga harus memberikan bantuan yaitu menyiapkan segala sesuatu untuk penguburan.Adat gotong royong ini biasanya disebut dengan sambat sinambat.
4.      Sistem Jaringan Kekerabatan Orang Jawa di Daerah Pedesaan

Tiap orang Jawa wujud kekerabatan itu berlainan, tergantung pada keadaan masing-masing. Umumnya seorang penduduk desa Jawa hanya berhubungan dengan anggota keluarga intinya, dengan para saudara kandung orang tua serta anak-anak mereka, dengan kedua kakek dan nenek dari pihak ayah maupun ibu, dengan anak-anak saudara-saudara kandungnya sendiri dan dengan para iparnya..
Keluarga luas merupakan kesatuan-kesatuan sosial yang benar-benar berdiri sendiri, kesatuan sosial yang mengelola ekonomi rumah tangga serta hak miliknya, mengasuh anak-anaknya serta bertanggng jawab terhadap proses sosialisasi dan enkulturasi dari generasi mudanya dan bekerja sama dalam berbagai aktivitas. Kegiatan yang masih melibatkan para warga keluarga luas adalah penyelenggaraan perayaan-perayaan adat dan keagamaan.
Kemudian untuk kegiatan-kegiatan pertanian yang diwaktu lalu banyak berdasarkan gotong royong, berupa grojogan, bawon atau lainnya sekarang sudah dilakukan oleh para buruh. Begitu pula sambatan ketika masyarakat bersama-sama memperbaiki rumah, untuk sekarang sudah tergantikan dengan tukang-tukang yang dipakai jasanya dan kemudian dibayar dengan upah.
Sistem kekerabatan Jawa mempunyai dua macam kelompok kerabat yang lebih besar dalam masyarakat Jawa yaitu:
·         Sanak sederek (kindred)
Adalah kelompok kekerabatan kadangkala bilateral yang para warganya terkait hubungan keturunan ataupun perkawinan dan terutama tinggal dalam satu desa.
·         Alur waris
Adalah suatu kelompok kekerabatan ambilineal yang berpusat kepada satu nenek moyang dan warga alur waris mempunyai kewajiban mengurus makan nenek moyangnya serta membiayai slametan-slametan serta pengeluaran lainnya yang berhubungan dengan pemeliharaannya
Hak Milik Dan Warisan        
Peraturan-peraturan normatif mengenai hukum adat waris Jawa (Djojodigoeno, Tirtawinata 1940) dari keterangan”formulated by majority of the members of the comunity” ( Jay 1969:21) bahwa anak wanita memperoleh warisan separuh dari bagian yang yang diperoleh anak pria .hak mereka bersama dibagi menurut perbandingan 1 : 2 dimana kerabat istri menerima separuh dari bagian yang diterimakerabat suami.
Berdasarkan hukum adat Jawa memberi dua kemungkinan, yaitu: asas sagendhong sepikul atau asas bahwa semua anak mendapatkan warisan yang sama besarnya.
Seluruh kekayaan suatu keluarga sudah dibagikan kepada anak-anak apada waktu mereka masih muda. Harta ini biasanya dibagi ke dalam: (1) tanah pertnian, (2) rumah dan pekarangan, (3) pohon buah-buahan, (4) binatang peliharaan, (5) perhiasan, (6) pusaka, (7) tanah jabatan yang bisa diwariskan bersama jabatan.

Petani Jawa
Sistem kepemilikan tanah. Petani jawa yang memiliki sebidang tanah yang agak luas biasanya menyerahkan beberapa bagian dari tanah itu kepada beberapa petani lain yang biasanya tidak memiliki tanah, untuk digarap berdasarkan berbagai cara, antara lain dengan cara menyewakan tanah tersebut kepada petani lain (digarap oleh orang lain). Di daerah jawa tengah dan jawa timur, sistem bagi hasil tersebut yang umum dilakukan melalui 3 cara:
1.      Maro
Mengharuskan penggarap membeli sendiri bbit, pupuk, dan membayar buruh dan menyerahkan separo hasil panen kepada pemilik tanah
2.      Mertelu
Cara bagi hasil yan memiliki syarat yang sama seperti Maro tetapi dalamsistem ini pemilik tanah hanya mendapatkan sepertiga bagian dari hasilnya.
3.      Merpat
Penggarap hanya memperoleh seperempat dari hasil panen, namun ia hanya membayar upah buruh saja.
Siklus pertanian sawah di Jawa dimulai pada akhir musim kering yang berdasarkan kalender jatuh pada bulan Oktober atau November namun pada kenyataannya, para petani Jawa masih memulai siklus pertanian mereka berdasarkan perhitungan buku primbon atau dengan bantuan para dukun petangan.
Desa-desa di Jawa biasanya memiliki dua kali masa panen dalam setahun. Dalam musim kering, waktu luang antara musim tanam lalu dan musim tanam berikut biasanya dimannfaatkan oleh petani Jawa untuk menanami sawahnya dengan tanaman hasil bumi yang tidak begitu membutuhkan curah hujan. Tanaman ini secara kolektif disebut palawija.
 Pasar desa
Suatu pasar desa di jawa atau peken (krami), biasanya letaknya tidak jauh. Jarak dari rumah seorang petani ke pasar, yang letaknya biasanya di tepi jalan besar, hanya kira-kira 3 sampai 5 Km saja. Nama dari setiap pasar adalah berdasarkan nama hari,karena itu ada pasar legi, pon, pahing, kliwon dan sebagainya. Pasar koperaan misalnya adalah pasar yang letaknya dekat tempat penjempuran kopra.
Modal dan kredit
Seperti halnya perekonomian pedesaan pada umumnya,modal sangat terbatas,sedangkan kredit juga sangat sukar diperoleh. Sebab lain mengapa mereka sering tidak mengembalikan hutang adalah karena diantara petani itu ada sikap mental yang menganggap hal itu tidak penting.
Barang-barang dagangan
Barang dagangan yang ada di pasar antara lain, palawija, hasil pekarangan berupa buah-buahan,sayuran,ayam,itik,makanan yang terbuat dari beras, dan barang-barang hasil industri rumah.
Pekerjaan dan mobilitas petani
Pekerjaan utama dan sekunder
Jadi pada awal musim tanam seorang petani bisa juga aktif berjualan disamping bercocok tanam (pertanian). Para pedagang yang ingin memebeli padi mendatangi petani secara langsung,tetapi seorang petani juga menjual padinya ke koperasi desa. Dengan demikian seorang petani sebenarnya malahan lebih aktif sebagai seorang pedagang dari pada seorang petani
Mobilitas penduduk
Pola – pola pekerjaan penduduk desa tentu saja menyebabkan mobilitas penduduk bersifat musiman maupun tidak musiman yang sangat tinggi di daerah pedesaan Jawa. (1) adanya orang – orang yang tiap hari meninggalkan desanya untuk pergi ke tempat kerjanya atau ke pasar untuk berdagang , dan kembali lagi sore atau malam harinya. (2) orang – orang yang tiap hari hilir mudik ke kota adalah para penjual buah – buahan, para penjual makanan di pasar, tetapi selain itu juga para pekerja musiman baik pria maupun wanita, yang tidak memiliki tanah di desanya sendiri dan pergi ke desa – desa tetangga untuk bekerja. (3) para buruh tani yang menjelajahi suatu daerah tertentu selama berminggu – minggu, untuk bekerja di ladang – ladang orang sebagai pencangkul, penanam, pemetik, atau sabagai pencabut rumput liar ( matun ).

8.  perbedaan social Ekonomi di Desa, Pemerintahan Desa dan Himpunan-himpunan
Terdapat lima lapisan-lapisan social yang ada di dalam orang jawa, yaitu :
1.      Para pendatang yang tidak memiliki tanah atau rumah
2.      Penduduk desa yang tidak memiliki tanah dan hanya memiliki rumah dengan pekarangannya, yang disebut lindhung.
3.      Para pemilik tanah yang disebut kuli.
Kuli ini adalah petani-petani yang menguasai sebidang tanah yang dahulunya tanah milik raja atau pemerintahan.

4.      Para anggota pamong desa (prabotdhusun). Golongan ini merupakan golongan social yang paling tinggi di komunitas desa.
Seorang lurah dibantu oleh staf yang terdiri dari 10-15 orang pegawai (perabotdhusun).
Di desa-desa biasanya terdapat wakil kepala desa (congkok), sekretaris desa (carik, bendhaharawan (kamisepuh), pegawai keagamaan (kaumataumodin), petugas keamanan (jagabaya), penyiar pengumuman (kebayan).
Terdapat golongan penduduk yang dipandang terpisah yaitu para santri. Orang-orang yang dikategorikan penduduk santri mula-mula adalah siswa-siswi dari sekolah pesantren, penghuni kompleks pesantren,.
Selain istilah santri juga terdapat istilah “abangan” .istilah ini mula-muladigunakanuntukmembedakangolonganpenganutislamJawacampurandarigolongan “putihan” (=orang putih) yaitupenganutajaran agama murni. Abanganadalah orang-orang yang tidakmematuhi ajaran-ajaran Islam, sedangkan putihan adalah orang-orang yang patuh terhadap ajaran Islam.
Himpunan-himpunandidesa.Himpunan-himpunan di desa dibagi menjadi empat golongan :ekonomi, keagamaan, pendidikan, dan perkumpulan-perkumpulan rekreasi-kesenian.
9. Pola Rekreasi dan kesenian Rakyat
          Pola Rekreasi Orang Desa.  Terjadi pada bulan-bulan setelah akhir panen merupakan waktu bersuka ria. Banyak orang melakukan pesta perayaan seperti pesta sunatan, perkawinan dsb. Penduduk desa kadang kadang juga pergi ke kota untuk menonton pasar malam atau bioskop.
Pada umumnya di seluruh daerah kebudayaan jawa pertunjukan seni seperti :
Ø  Di daerah Cirebon pertunjukan wayang orang . Wayang orang sendiri merupakan tarian topeng yang besar karena jumlah penari dan pemain dalam jumlah besar.
Ø  Daerah Kebudayaan Pesisir Barat. Tari tarian drama dengan penari-penari yang bertopeng banyak tersebar di daerah ini..
Ø  Daerah Kebudayaan Banyumas. Terdapat pertunjukan Penthul Tembem yang sangat digemari. Pada masyarakat desa di Banyumas tarian laran-laran yang dinamakan bedhaya ditarikan delapan gadis kecil diiringi gamelan. Lalu juga ada penari-penari taledhek yang tergabung dalam rombongan dan penari-penari akrobat serta tukang sulap yang dinamakan langger. Seperti di daerah lain, wayang kulit sangat digemari di Banyumas.
Ø  Daerah Kebudayaan Bagelen. Pigeaud melukiskan suatu drama rakyat dari daerah kedu di mana penarinya menggunakan topeng yakni wayang urang seperti daerah pesisir barat. Namun pertunjukan yang khas adalah wayang jemblung..
Ø  Daerah Kebudayaan Negarigung. R.M.P Koesoemawardaja menulis karangan panjang mengenai tarian topeng berjudul Kawruh Topeng. Tarian itu sangat digemari di daerah Negarigung, Bagelen, dan Mancanegar..
Ø  Daerah Kebudayaan Mancanegari. Kesenian yang khas adalah reog ponorogo. Pemimpin rombongan reog disebut warog yang merangkap sebagai pemain alat bunyi-bunyian
Ø  Daerah Kebudayaan Pesisir timur dan Surabaya. Di daerah ini terdapat kesenian jemblung di bagelen, di pesisir timur dan Surabaya juga ada seni mendongeng yang disebut kentrung.
                                       

1 komentar:

  1. tapi pada kenyataanya sekarang banyak orang jawa yang tidak mau bertani lagi,,

    BalasHapus